Ketikaku Bercermin Mengenalku Seorang Perawat [bag.1]

29/01/2012 13:58

Bagian-I

oleh Daben AJA

Hari yang cerah dan udara yang segar kala itu ternyata tidak seceria hati dia (sebut saja Odon) yang baru saja pulang dari sekolah. Padahal dia baru merayakan pesta perpisahan dan kelulusan disekolahnya dimana dia termasuk yang terbaik diantara teman-temannya.

Seperti biasa sepulang sekolah Odon menonton TV atau nongkrong depan rumah melihat-lihat bunga dan memperhatikan orang-orang serta kendaraan yang lalu lalang. Kemudian Odon pun pergi ke belakang rumah untuk menemui orang tua atau tetangga yang berkumpul sambil ngerumpi rutinitas pada pagi dan siang hari. Tak terasa haripun semakin gelap dan terdengar kumandang adzan Maghrib dari setiap menara Mesjid disekitar kampung, sementara Odon dan teman-temannya pergi ke Surau untuk menunaikan ibadah Maghrib.

Begitulah hari-hari yang dilalui Odon setelah lulus dari SMA belum jelas mau kemana arah perjalanan hidupnya, ada harapan ingin melanjutkan tetapi siapa yang akan membiayai ..” atau mendingan aku bekerja saja bergabung teman-teman mengadu nasib di kota dan menghasilkan uang .. “ itulah yang tersirat dalam benaknya. Sampai akhirnya sang kakak datang dari kota dan menanyakan minatnya; “aku gak tahu mau kemana kak, tidak ada jaminan biaya dari orang tua, mungkin aku mau pergi ke Jakarta saja mencari uang seperti tetangga yang lain”, ungkapnya dengan nada seakan berharap sang kakak dapat memberikan pilihan keputusan.

Hari pun terus berganti dan batas pendaftaran Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan berakhir dalam 2 minggu ke-depan. Odon pun hanya bisa berharap dan berdoa apapun dan kemanapun “saya” yang penting tidak akan pernah merepotkan orang tua yang memang sudah lelah mengurusi anak-anaknya. Sampai akhirnya dia bermimpi melihat gedung putih dimana banyak orang berkumpul dan belajar.

Tak terasa Odon pun melamun, “aku telah lulus SMA, aku harus mandiri dan lepas dari orang tua, teman-temanku beruntung dapat melanjutkan kuliah,” harapnya. Gelapnya malam di perkampungan seakan menutup langkah Odon dijalur Pendidikan.

Tapi lamunan Odon itu seperti es batu yang cair dalam kegundahan malam yang gelap gulita ketika sang kakak datang dari kota dan tergesa-gesa memanggil Odon; "mari kita bicara ..” pintanya sambil memberikan brosur AKPER dan Odon pun diminta untuk menyiapkan beberapa pasang baju dalam koper, pas photo dan dokumen. “ Pagi ini kita berangkat ke Bandung untuk ikut daftar di AKPER, kuliahnya 3 tahun kemudian nanti jadi Mantri seperti tetangga disana, dan mudah cari kerja”, singkat sang kakak kepada Odon. “ biaya gimana ? aku kasihan sama ortu”, cemas Odon, “biar aku yang bicara”, jelas sang kakak …

Caheum .. caheum .. caheum … itulah pertamakali Odon mendengar teriakan sang kernet saat tiba di Terminal Caheum Bandung dan langsung naik angkot menuju penginapan. “Wah dah nyampe Bandung nih dingin…, bisik Odon pada sang kakak sambil tersenyum..” Kita langsung ke AKPER saja ya, ajak sang kakak sambil turun dan ganti angkot.

Tiba di lokasi membuat Odon terus bertanya-tanya dalam benaknya apa dan bagaimana itu AKPER. Wah terlihat sudah banyak orang berkumpul di depan ruang pendaftaran yang sebagian besar perempuan, makin siang makin rame saja, betul juga perkiraan sang kakak untuk langsung menuju sini menghindari padatnya pendaftar.

Odon pun akhirnya terdaftar setelah antri 2 jam untuk ikut seleksi dalam seminggu kemudian di GOR Padjadjaran dan sang kakak mengisyaratkan Odon untuk kembali ke kampung saja pada hari berikutnya dan disarankan untuk ke Bandung satu hari sebelum tes diselenggarakan. Odon pun pulang kampung dengan sedikit harapan bisa kuliah di AKPER mengingat jumlah pendaftar lebih dari seribuan sementara yang diterima kurang dari 100-an, sementara Odon sendiri masih belum mengerti AKPER itu apa dan kumaha…”

Seminggu kemudian, Odon bergegas kembali menuju Bandung saat Matahari mulai bergeser dengan berbekal doa orang tua. Panas teriknya sang Surya seakan menjadi pemacu Odon untuk sabar dan siap bertempur dengan para terlatih calon prajurit Rumah Sakit dari berbagai kota.

Jeda waktu sehari di penginapan digunakan Odon untuk mempelajari beberapa soal yang didapat dari Majalah Pendidikan yang disediakan oleh teman sang kakak. Beberapa contoh soal yang dipelajari Odon membuat Odon lebih PD (percaya diri, red) menghadapi tes esok harinya.

“Hmmm hampir sama dengan ujian EBTANAS banyak soal jebakan”, ucap Odon kepada sang kakak begitu ujian selesai. “Ya sudah kita tunggu saja hasilnya nanti, besok kita kembali ke kampong ya dan jangan lupa terus berdoa”, jawab sang kakak.

Di kampung seperti tidak ada tanda-tanda kalau Odon ternyata salah satu dari sekian ribu calon Mahasiswa AKPER yang terpilih. Keceriaan itu tercurah ketika sang kakak datang memberikan kabar dan rasa haru pun bercampur bahagia menyelimuti hati dan benak Odon. “Aku tidak percaya … terima kasih ya Allah …” dan ditemuinya Ortu Odon, “beh anakmu nambah satu lagi kuliah … boleh gak nih ..mohon restunya”, ortu Odon hanya menarik napas panjang dan sesekali mengusap air matanya… sang kakak terus menghibur dan menjelaskan kalau Odon nanti jadi Mantri seperti tetangga kita itu.

Sepuluh hari kemudian, Odon kembali ke Bandung untuk memulai perkuliahan. Tidak terbayangkan olehnya kalau AKPER itu banyak mahasiswinya berbeda jauh ketika di SMA yang sebagian besar laki-laki. Odon pun terus mendapatkan penjelasan tentang AKPER dari kakak tingkatnya dari A-Z hingga Odon lupa kalau dirinya dulu bercita-cita ingin jadi insinyur pertanian. (bersambung)